Jumat, 28 April 2017

Review Jurnal Transaksi Mata Uang Asing



Review Jurnal
Transaksi Mata Uang Asing
Kelompok: 5
Disusun Oleh:
1.        Chrisstary Repia S Ginting    ( 21213910 )
2.        Ellysa Sri Utami                     ( 22213872 )
3.        Heru Purnomo                       ( 24213095 )
4.        Paskal Perdana                       ( 26213834 )
5.        Ussie Novitasari                     ( 29213064 )
Tanggal : 29 April 2017

Judul               : Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan
                          Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli
Penulis             : Ivan Haryanto dan Diana Wibisono ( Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen – Universitas Kristen Petra )

Tujuan Perusahaan :
Untuk melihat sensitivitas perubahan indeks harga konsumen terhadap perubahan nilai tukar mata uang tiap negara terhadap Dolar Amerika serta menguji apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara nilai tukar aktual dengan nilai tukar berdasarkan konsep paritas daya belinya.

Latar Belakang :
Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta asing. Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat, suku bunga, kontrol pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan datang juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai tukar mata uang (Madura, 1997:108-114).
Lebih jauh, adanya perbedaan daya beli mata uang suatu negara dengan negara lainnya akan memberikan kesempatan luas bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya, yang dikenal dengan istilah international arbitrage. Pada prinsipnya para international arbitrageurs berusaha “membeli komoditi dengan harga serendah mungkin untuk kemudian dijual dengan harga setinggi mungkin,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang arbitrageurs akan mengharapkan perbedaan nilai tukar antar mata uang tetap tinggi dan tidak stabil. Akibat diatas mendorong adanya pemberlakuan hukum satu harga atau the law of one price dimana perdagangan barang dan jasa, termasuk komoditi lainnya antar Negara haruslah memiliki biaya transaksi yang sama nilainya di seluruh dunia. Oleh sebab itu, nilai tukar antara mata uang domestik dan komoditi domestik haruslah sama dengan nilai tukar antara mata uang domestik dengan komoditi luar negeri, dengan kata lain, satu unit mata uang dalam negeri seharusnya memiliki nilai daya beli yang sama di seluruh dunia (Salvatore, 1997:44). Pada dasarnya penelitian ini ditujukan untuk menemukan penyesuaian perubahan nilai tukar mata uang tersebut, dengan menggunakan konsep yang dinamakan paritas daya beli atau purchasing power parity. Konsep paritas daya beli dalam penelitian ini diuji dalam jangka waktu panjang, antara bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997. Karena berdasarkan serangkaian pengujian terdahulu menunjukkan bahwa konsep paritas daya beli cenderung dapat dilihat secara lebih tepat, atau dengan kata lain, berlaku dalam jangka waktu panjang (Salvatore, 1997:133

Pembahasan :

RASIO NILAI TUKAR AKTUAL TERHADAP NILAI TUKAR
PARITAS DAYA BELI
Deviasi nilai tukar aktual mata uang ketujuh Negara terhadap nilai tukar paritasnya yang paling mencolok terjadi pada nilai tukar aktual Yen Jepang. Pada pertengahan tahun 1995, nilai tukar Yen sempat menguat sampai 84,25 Yen per Dolar Amerika. Titik ini merupakan titik terjauh nilai tukar aktual Yen Jepang dari nilai tukar paritasnya, namun pada periode selanjutnya titik ini berangsur-angsur bergerak mendekati daerah pergerakan nilai tukar paritas daya beli Yen. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tindakan Amerika Serikat yang ingin mengurangi deficit perdagangannya terhadap Jepang pada bulan April 1993, dengan cara melemahkan nilai Dolar terhadap Yen (Madura, 1997:114). Pada tabel terlihat bahwa penguatan Yen terjadi mulai April 1993.
Hal yang sama terjadi pada Krona Swedia, nilai tukar aktual Krona sempat melemah pada titik 8,2665 Krona per Dolar Amerika. Namun berangsur-angsur menguat kembali pada periode-periode selanjutnya, menunjukkan adanya pergerakan Krona mendekati titik nilai tukar paritas daya belinya.
Dalam kurun waktu periode yang sama, nilai tukar aktual Poundsterling sempat mencapai titik 0,6777 Poundsterling per Dolar Amerika, dan pada periode berikutnya berfluktuasi diatas titik 0,61. Pada periode bulan Juli tahun 1996 sempat melemah kembali sampai titik 0,6416 per Dolar Amerika. Namun pada akhir periode kembali mendekati nilai tukar paritasnya, pada titik 0,6139 Poundsterling per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi bergerak tidak jauh dari pergerakan nilai tukar paritasnya, dan seringkali mendekati pergerakan nilai paritasnya.
Kecenderungan melemahnya Poundsterling Inggris terhadap Dolar Amerika secara relatif konstan mungkin merupakan tujuan pemerintah Inggris untuk menjadikan komoditi perdagangan Inggris menjadi lebih kompetitif dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat meraih pangsa pasar yang lebih besar. Nilai tukar aktual Dolar Kanada sempat melemah untuk beberapa waktu yang cukup lama dibandingkan Poundsterling Inggris, mulai dari bulan Oktober tahun 1992 dan semakin terpuruk pada akhir periode. Pada periode ini pergerakan fluktuasi nilai tukar aktualnya berkisar di titik 1,2 sampai 1,3 Dolar Kanada per Dolar Amerika.
Sedangkan Lira Italia mulai melemah pada bulan Oktober tahun 1992, dan terus melemah pada periode berikutnya. Ada tiga titik terlemah yaitu pada bulan Januari tahun 1994, bulan April tahun 1995, dan bulan Juli tahun 1996. Masing-masing 1697,25 Lira, 1683,25 Lira, dan 1683,25 Lira per Dolar Amerika. Pada periode disekitar ketiga bulan tersebut dan akhir periode kisaran Lira befluktuasi paling banyak pada titik 1,500 Lira per Dolar Amerika. Sedangkan untuk Mark Jerman dan Franc Perancis, nilai tukar aktualnya bergerak lebih fluktuatif. Mark Jerman sempat menguat sampai pada titik tertingginya pada waktu mencapai titik 1,3877 Mark per Dolar Amerika. Sedangkan Franc Perancis sempat menguat pada titik tertingginya di titik 4,898 Franc per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi di Jerman ini kemungkinan disebabkan oleh situasi ekonomi negara tersebut yang relatif stabil. Disamping disebabkan pula oleh naik turunnya suku bunga di Negara tersebut. Misal, sekitar bulan Juli tahun 1992, adanya harapan terhadap kebijakan uang ketat Jerman menyebabkan tingkat suku bunga naik. Hal ini menjadikan nilai Mark menguat, sedangkan nilai Dolar melemah. Namun, pada bulan Juni tahun 1993, nilai Mark kembali melemah, dan Dolar menguat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya sinyal dari Bundesbank bahwa suku bunga Jerman mungkin akan menurun (Madura, 1997:114).
Dari hasil perhitungan tersebut ditemukan bahwa dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar aktual mata uang masing-masing negara tidak menyimpang jauh dari nilai tukar berdasarkan konsep paritas daya beli dan bergerak atau kembali mendekati nilai tukar paritas daya beli. Deviasi suatu nilai tukar aktual akan berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas dayabeli (Madura, 1997:236).
Prosentase undervalue Poundsterling Inggris dalam kurun waktu yang ada menjadikan mata uang ini menempati nilai tukar aktual yang mengalami undervalue terendah dibandingkan keenam mata uang lainnya, yaitu sebesar -24,91% terhadap Dolar Amerika. Hal ini berarti harga barang-barang yang berlaku di Inggris cenderung lebih murah sebesar 24,91% dibandingkan harga barang-barang di Amerika. Nilai tukar actual Poundsterling sempat sama dengan nilai tukar paritasnya, yaitu pada saat kedudukan 1 USD = 0,52 Poundsterling. Pada kedudukan ini harga barang-barang di kedua Negara mengalami titik keseimbangan dimana Poundsterling tidak mengalami undervalue maupun overvalue terhadap Dolar Amerika.
Krona Swedia merupakan negara kedua yang memiliki nilai undervalue terendah setelah Poundsterling Inggris, yaitu sebesar -20,59%. Dan sempat mengalami overvalue tertinggi sebesar +20,22%. Pada periode ini harga barang di Swedia lebih mahal sebesar 20,22% dibandingkan harga barang di Amerika. Disusul oleh Lira Italia, mengalami undervalue terendah ketiga sebesar -11,85% terhadap Dolar Amerika, dan overvalue tertinggi yang dialami, sebesar +17,11%.
Sedangkan untuk Dolar Kanada, nilai undervalue terendahnya sebesar -6,24%, dan nilai overvalue tertingginya mencapai +13,35%. Tidak jauh berbeda dengan Dolar Kanada, nilai undervalue tertinggi Franc Perancis hanya sebesar -8,44% dan nilai overvalue terendahnya mencapai +13,54%. Namun pergerakan nilai tukar aktual Franc Perancis lebih fluktuatif. Hal yang sama juga terjadi atas fluktuasi Mark Jerman (Haryanto dan Wibisono, 2000:Lampiran 10 dan 11). Nilai tukar aktual Yen Jepang mencapai nilai overvalue tertinggi sebesar +57,01% terhadap Dolar Amerika. Nilai ini menyebabkan Jepang memiliki nilai overvalue tertinggi dibandingkan keenam negara lainnya. Idealnya, pada periode ini seharusnya harga barang di Jepang 57,01% lebih murah dari harga yang berlaku. Sedangkan nilai undervalue yang terendah Yen Jepang adalah sebesar -9,08%. Seharusnya harga barang di Amerika 9,08% lebih murah dari harga yang sedang berlaku. Nilai overvalue tertinggi kedua dicapai oleh Mark Jerman yaitu sebesar +20,91%, sedangkan nilai undervalue terendahnya sebesar -5,45%. Secara keseluruhan, dari nilai tukar aktual mata ketujuh negara, nilai tukar actual empat diantaranya cenderung mengalami undervalue terhadap Dolar Amerika, yaitu Poundsterling Inggris, Lira Italia, Krona Swedia, dan Dolar Kanada. Sedangkan lainnya, Mark Jerman, Franc Perancis, dan Yen Jepang, cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika. Pergerakan nilai tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami undervalue terhadap Dolar Amerika akan bergerak atau lebih banyak berfluktuasi di atas pergerakan nilai tukar berdasarkan paritas daya belinya. Sebaliknya, nilai tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika akan lebih banyak bergerak atau berfluktuasi di bawah pergerakan nilai tukar paritas daya belinya (Haryanto dan Wibisono, 2000).

SENSITIVITAS PERUBAHAN INDEKS HARGA KONSUMEN (CPI)
TERHADAP NILAI TUKAR AKTUAL
Perubahan indeks harga konsumen yang terjadi dalam negara Italia (sebagai Negara yang mengalami perubahan indeks harga konsumen terbesar diantara ketujuh negara) ternyata menyebabkan perubahan yang cukup mencolok atas nilai tukar aktual Lira, dimana perubahan indeks harga konsumen sebesar 1,13% menyebabkan perubahan nilai tukar Lira sebesar 1,04%. Disusul oleh Swedia yang juga mengalami perubahan besar dalam indeks harga konsumennya, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,89% menyebabkan perubahan nilai tukar Krona 1,09%, lebih besar dibandingkan perubahan indeks harga konsumennya. Di Inggris perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,71% akan menyebabkan peningkatan nilai tukar Poundsterling sebesar 0,87%. Di Jerman, sekalipun perubahan indeks harga konsumennya besar, yakni 0,69% (lebih besar dari negara Kanada, sebesar 0,56%), perubahannya hanya akan meningkatkan nilai tukar Mark sebesar 0,29%. Di Kanada perubahannya akan meningkatkan nilai Dolar Kanada sebesar 0,59%. Perancis merupakan negara dengan perubahan terkecil kedua sebelum Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,55% akan menyebabkan perubahan nilai tukar Franc sebesar 0,21%.
Hampir seluruh negara obyek penelitian mengalami perubahan positif atas nilai tukar aktualnya yang disebabkan perubahan indeks harga konsumen masing-masing. Namun, lain halnya dengan negara Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,38%, justru menyebabkan perubahan negatif atas nilai tukar aktual Yen, yakni sebesar minus 0,22%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan perubahan negatif tersebut adalah nilai tukar Yen Jepang seringkali mengalami apresiasi terhadap Dolar Amerika dalam kurun waktu periode bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997
Kesimpulan :
Konsep paritas daya beli baru benar-benar dapat diterapkan dengan tepat jika, pertama, biaya transportasi dan hambatan perdagangan turut dihitung dalam perhitungan konsep ini. Kedua, kondisi pasar yang kondusif untuk menerapkan konsep tersebut dengan tepat adalah pasar persaingan sempurna, bukan monopolistik maupun oligopolistik. Karena, dalam pasar persaingan sempurna, harga produk yang diperdagangkan cenderung sama di semua negara. Ketiga, barang dan jasa yang dihitung harus merupakan barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional, disamping itu, keempat, setiap negara harus memiliki komoditi acuan yang sama.
Meskipun memiliki kelemahan, berdasarkan penggunaan konsep paritas daya beli relatif ditemukan bahwa dalam jangka panjang yang bervariasi di tiap-tiap negara, deviasi suatu nilai tukar aktual berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas daya belinya. Sebaliknya, dalam jangka pendek, nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya belinya seringkali mengalami disekuilibrium. Dengan kata lain, antara nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya beli dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian memiliki perbedaan. Pengujian berdasarkan uji hipotesa membuktikan bahwa pergerakan antara nilai tukar aktual dan nilai tukar berdasarkan paritas daya beli dari ketujuh negara berbeda secara signifikan.
Ditemukan juga bahwa setiap perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase tertentu dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian, menyebabkan adanya perubahan positif nilai tukar aktual mata uang setiap negara dalam prosentase tertentu. Kecuali negara Jepang, perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase yang diperoleh justru menyebabkan perubahan negatif nilai tukar aktualnya.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar