Review Jurnal
Transaksi Mata Uang Asing
Kelompok:
5
Disusun
Oleh:
1.
Chrisstary Repia S Ginting ( 21213910 )
2.
Ellysa Sri Utami ( 22213872 )
3.
Heru Purnomo ( 24213095 )
4.
Paskal Perdana ( 26213834 )
5.
Ussie Novitasari ( 29213064 )
Tanggal
: 29 April 2017
Judul : Penentuan Nilai Tukar Mata
Uang Asing dengan
Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli
Penulis :
Ivan
Haryanto dan Diana Wibisono ( Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen –
Universitas Kristen Petra )
Tujuan Perusahaan :
Untuk
melihat sensitivitas perubahan indeks harga konsumen terhadap perubahan nilai
tukar mata uang tiap negara terhadap Dolar Amerika serta menguji apakah
terdapat perbedaan secara signifikan antara nilai tukar aktual dengan nilai
tukar berdasarkan konsep paritas daya belinya.
Latar Belakang :
Seiring
dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta
asing. Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi
perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat,
suku bunga, kontrol pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau
perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan
datang juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai tukar mata uang (Madura,
1997:108-114).
Lebih
jauh, adanya perbedaan daya beli mata uang suatu negara dengan negara lainnya
akan memberikan kesempatan luas bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan
sebesar-besarnya, yang dikenal dengan istilah international arbitrage.
Pada prinsipnya para international arbitrageurs berusaha “membeli
komoditi dengan harga serendah mungkin untuk kemudian dijual dengan harga
setinggi mungkin,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang arbitrageurs
akan mengharapkan perbedaan nilai tukar antar mata uang tetap tinggi dan
tidak stabil. Akibat diatas mendorong adanya pemberlakuan hukum satu harga atau
the law of one price dimana perdagangan barang dan jasa, termasuk
komoditi lainnya antar Negara haruslah memiliki biaya transaksi yang sama
nilainya di seluruh dunia. Oleh sebab itu, nilai tukar antara mata uang
domestik dan komoditi domestik haruslah sama dengan nilai tukar antara mata
uang domestik dengan komoditi luar negeri, dengan kata lain, satu unit mata
uang dalam negeri seharusnya memiliki nilai daya beli yang sama di seluruh
dunia (Salvatore, 1997:44). Pada dasarnya penelitian ini ditujukan untuk
menemukan penyesuaian perubahan nilai tukar mata uang tersebut, dengan
menggunakan konsep yang dinamakan paritas daya beli atau purchasing power
parity. Konsep paritas daya beli dalam penelitian ini diuji dalam jangka
waktu panjang, antara bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997.
Karena berdasarkan serangkaian pengujian terdahulu menunjukkan bahwa konsep
paritas daya beli cenderung dapat dilihat secara lebih tepat, atau dengan kata
lain, berlaku dalam jangka waktu panjang (Salvatore, 1997:133
Pembahasan :
RASIO
NILAI TUKAR AKTUAL TERHADAP NILAI TUKAR
PARITAS DAYA BELI
Deviasi
nilai tukar aktual mata uang ketujuh Negara terhadap nilai tukar paritasnya
yang paling mencolok terjadi pada nilai tukar aktual Yen Jepang. Pada
pertengahan tahun 1995, nilai tukar Yen sempat menguat sampai 84,25 Yen per
Dolar Amerika. Titik ini merupakan titik terjauh nilai tukar aktual Yen Jepang
dari nilai tukar paritasnya, namun pada periode selanjutnya titik ini
berangsur-angsur bergerak mendekati daerah pergerakan nilai tukar paritas daya
beli Yen. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tindakan Amerika Serikat yang ingin
mengurangi deficit perdagangannya terhadap Jepang pada bulan April 1993, dengan
cara melemahkan nilai Dolar terhadap Yen (Madura, 1997:114). Pada tabel
terlihat bahwa penguatan Yen terjadi mulai April 1993.
Hal
yang sama terjadi pada Krona Swedia, nilai tukar aktual Krona sempat melemah
pada titik 8,2665 Krona per Dolar Amerika. Namun berangsur-angsur menguat
kembali pada periode-periode selanjutnya, menunjukkan adanya pergerakan Krona
mendekati titik nilai tukar paritas daya belinya.
Dalam
kurun waktu periode yang sama, nilai tukar aktual Poundsterling sempat mencapai
titik 0,6777 Poundsterling per Dolar Amerika, dan pada periode berikutnya
berfluktuasi diatas titik 0,61. Pada periode bulan Juli tahun 1996 sempat
melemah kembali sampai titik 0,6416 per Dolar Amerika. Namun pada akhir periode
kembali mendekati nilai tukar paritasnya, pada titik 0,6139 Poundsterling per
Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi bergerak tidak jauh dari pergerakan nilai
tukar paritasnya, dan seringkali mendekati pergerakan nilai paritasnya.
Kecenderungan
melemahnya Poundsterling Inggris terhadap Dolar Amerika secara relatif konstan
mungkin merupakan tujuan pemerintah Inggris untuk menjadikan komoditi
perdagangan Inggris menjadi lebih kompetitif dengan harga yang lebih murah, sehingga
dapat meraih pangsa pasar yang lebih besar. Nilai tukar aktual Dolar Kanada
sempat melemah untuk beberapa waktu yang cukup lama dibandingkan Poundsterling
Inggris, mulai dari bulan Oktober tahun 1992 dan semakin terpuruk pada akhir
periode. Pada periode ini pergerakan fluktuasi nilai tukar aktualnya berkisar
di titik 1,2 sampai 1,3 Dolar Kanada per Dolar Amerika.
Sedangkan
Lira Italia mulai melemah pada bulan Oktober tahun 1992, dan terus melemah pada
periode berikutnya. Ada tiga titik terlemah yaitu pada bulan Januari tahun
1994, bulan April tahun 1995, dan bulan Juli tahun 1996. Masing-masing 1697,25
Lira, 1683,25 Lira, dan 1683,25 Lira per Dolar Amerika. Pada periode disekitar
ketiga bulan tersebut dan akhir periode kisaran Lira befluktuasi paling banyak
pada titik 1,500 Lira per Dolar Amerika. Sedangkan untuk Mark Jerman dan Franc
Perancis, nilai tukar aktualnya bergerak lebih fluktuatif. Mark Jerman sempat
menguat sampai pada titik tertingginya pada waktu mencapai titik 1,3877 Mark
per Dolar Amerika. Sedangkan Franc Perancis sempat menguat pada titik
tertingginya di titik 4,898 Franc per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi di
Jerman ini kemungkinan disebabkan oleh situasi ekonomi negara tersebut yang relatif
stabil. Disamping disebabkan pula oleh naik turunnya suku bunga di Negara tersebut.
Misal, sekitar bulan Juli tahun 1992, adanya harapan terhadap kebijakan uang
ketat Jerman menyebabkan tingkat suku bunga naik. Hal ini menjadikan nilai Mark
menguat, sedangkan nilai Dolar melemah. Namun, pada bulan Juni tahun 1993,
nilai Mark kembali melemah, dan Dolar menguat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya
sinyal dari Bundesbank bahwa suku bunga Jerman mungkin akan menurun (Madura,
1997:114).
Dari
hasil perhitungan tersebut ditemukan bahwa dalam jangka panjang fluktuasi nilai
tukar aktual mata uang masing-masing negara tidak menyimpang jauh dari nilai
tukar berdasarkan konsep paritas daya beli dan bergerak atau kembali mendekati
nilai tukar paritas daya beli. Deviasi suatu nilai tukar aktual akan berkisar
di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali
mendekati nilai tukar paritas dayabeli (Madura, 1997:236).
Prosentase
undervalue Poundsterling Inggris dalam kurun waktu yang ada menjadikan
mata uang ini menempati nilai tukar aktual yang mengalami undervalue terendah
dibandingkan keenam mata uang lainnya, yaitu sebesar -24,91% terhadap Dolar
Amerika. Hal ini berarti harga barang-barang yang berlaku di Inggris cenderung
lebih murah sebesar 24,91% dibandingkan harga barang-barang di Amerika. Nilai
tukar actual Poundsterling sempat sama dengan nilai tukar paritasnya, yaitu
pada saat kedudukan 1 USD = 0,52 Poundsterling. Pada kedudukan ini harga
barang-barang di kedua Negara mengalami titik keseimbangan dimana Poundsterling
tidak mengalami undervalue maupun overvalue terhadap Dolar
Amerika.
Krona
Swedia merupakan negara kedua yang memiliki nilai undervalue terendah
setelah Poundsterling Inggris, yaitu sebesar -20,59%. Dan sempat mengalami overvalue
tertinggi sebesar +20,22%. Pada periode ini harga barang di Swedia lebih mahal
sebesar 20,22% dibandingkan harga barang di Amerika. Disusul oleh Lira Italia,
mengalami undervalue terendah ketiga sebesar -11,85% terhadap Dolar
Amerika, dan overvalue tertinggi yang dialami, sebesar +17,11%.
Sedangkan
untuk Dolar Kanada, nilai undervalue terendahnya sebesar -6,24%, dan
nilai overvalue tertingginya mencapai +13,35%. Tidak jauh berbeda dengan
Dolar Kanada, nilai undervalue tertinggi Franc Perancis hanya sebesar -8,44%
dan nilai overvalue terendahnya mencapai +13,54%. Namun pergerakan nilai
tukar aktual Franc Perancis lebih fluktuatif. Hal yang sama juga terjadi atas
fluktuasi Mark Jerman (Haryanto dan Wibisono, 2000:Lampiran 10 dan 11). Nilai
tukar aktual Yen Jepang mencapai nilai overvalue tertinggi sebesar
+57,01% terhadap Dolar Amerika. Nilai ini menyebabkan Jepang memiliki nilai overvalue
tertinggi dibandingkan keenam negara lainnya. Idealnya, pada periode ini
seharusnya harga barang di Jepang 57,01% lebih murah dari harga yang berlaku.
Sedangkan nilai undervalue yang terendah Yen Jepang adalah sebesar
-9,08%. Seharusnya harga barang di Amerika 9,08% lebih murah dari harga yang
sedang berlaku. Nilai overvalue tertinggi kedua dicapai oleh Mark Jerman
yaitu sebesar +20,91%, sedangkan nilai undervalue terendahnya sebesar
-5,45%. Secara keseluruhan, dari nilai tukar aktual mata ketujuh negara, nilai
tukar actual empat diantaranya cenderung mengalami undervalue terhadap
Dolar Amerika, yaitu Poundsterling Inggris, Lira Italia, Krona Swedia, dan
Dolar Kanada. Sedangkan lainnya, Mark Jerman, Franc Perancis, dan Yen Jepang,
cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika. Pergerakan nilai
tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami undervalue terhadap
Dolar Amerika akan bergerak atau lebih banyak berfluktuasi di atas pergerakan
nilai tukar berdasarkan paritas daya belinya. Sebaliknya, nilai tukar aktual
mata uang suatu negara yang cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar
Amerika akan lebih banyak bergerak atau berfluktuasi di bawah pergerakan nilai
tukar paritas daya belinya (Haryanto dan Wibisono, 2000).
SENSITIVITAS
PERUBAHAN INDEKS HARGA KONSUMEN (CPI)
TERHADAP NILAI TUKAR AKTUAL
Perubahan
indeks harga konsumen yang terjadi dalam negara Italia (sebagai Negara yang
mengalami perubahan indeks harga konsumen terbesar diantara ketujuh negara)
ternyata menyebabkan perubahan yang cukup mencolok atas nilai tukar aktual
Lira, dimana perubahan indeks harga konsumen sebesar 1,13% menyebabkan
perubahan nilai tukar Lira sebesar 1,04%. Disusul oleh Swedia yang juga
mengalami perubahan besar dalam indeks harga konsumennya, perubahan indeks
harga konsumen sebesar 0,89% menyebabkan perubahan nilai tukar Krona 1,09%,
lebih besar dibandingkan perubahan indeks harga konsumennya. Di Inggris
perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,71% akan menyebabkan peningkatan
nilai tukar Poundsterling sebesar 0,87%. Di Jerman, sekalipun perubahan indeks
harga konsumennya besar, yakni 0,69% (lebih besar dari negara Kanada, sebesar 0,56%),
perubahannya hanya akan meningkatkan nilai tukar Mark sebesar 0,29%. Di Kanada
perubahannya akan meningkatkan nilai Dolar Kanada sebesar 0,59%. Perancis merupakan
negara dengan perubahan terkecil kedua sebelum Jepang, perubahan indeks harga
konsumen sebesar 0,55% akan menyebabkan perubahan nilai tukar Franc sebesar 0,21%.
Hampir
seluruh negara obyek penelitian mengalami perubahan positif atas nilai tukar aktualnya
yang disebabkan perubahan indeks harga konsumen masing-masing. Namun, lain
halnya dengan negara Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,38%, justru
menyebabkan perubahan negatif atas nilai tukar aktual Yen, yakni sebesar minus 0,22%.
Salah satu hal yang dapat menyebabkan perubahan negatif tersebut adalah nilai tukar
Yen Jepang seringkali mengalami apresiasi terhadap Dolar Amerika dalam kurun waktu
periode bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997
Kesimpulan :
Konsep
paritas daya beli baru benar-benar dapat diterapkan dengan tepat jika, pertama,
biaya transportasi dan hambatan perdagangan turut dihitung dalam perhitungan
konsep ini. Kedua, kondisi pasar yang kondusif untuk menerapkan konsep
tersebut dengan tepat adalah pasar persaingan sempurna, bukan monopolistik
maupun oligopolistik. Karena, dalam pasar persaingan sempurna, harga produk
yang diperdagangkan cenderung sama di semua negara. Ketiga, barang dan
jasa yang dihitung harus merupakan barang dan jasa yang diperdagangkan secara
internasional, disamping itu, keempat, setiap negara harus memiliki komoditi
acuan yang sama.
Meskipun
memiliki kelemahan, berdasarkan penggunaan konsep paritas daya beli relatif
ditemukan bahwa dalam jangka panjang yang bervariasi di tiap-tiap negara,
deviasi suatu nilai tukar aktual berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya
beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas daya
belinya. Sebaliknya, dalam jangka pendek, nilai tukar aktual dan nilai tukar
paritas daya belinya seringkali mengalami disekuilibrium. Dengan kata lain,
antara nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya beli dari setiap negara
yang menjadi obyek penelitian memiliki perbedaan. Pengujian berdasarkan uji
hipotesa membuktikan bahwa pergerakan antara nilai tukar aktual dan nilai tukar
berdasarkan paritas daya beli dari ketujuh negara berbeda secara signifikan.
Ditemukan
juga bahwa setiap perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase
tertentu dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian, menyebabkan adanya
perubahan positif nilai tukar aktual mata uang setiap negara dalam prosentase tertentu.
Kecuali negara Jepang, perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase
yang diperoleh justru menyebabkan perubahan negatif nilai tukar aktualnya.
Sumber :