Materi :
·
Hukum Perikatan
·
Hukum Perjanjian
·
Hukum Dagang
Hukum Perikatan
1.
Pengertian
Hukum perikatan adalah
suatu hubungan hukum ( mengenai kekayaan harta benda ) antara dua orang, yang
memberikan hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lain,
sedangkan orang yang lainnya ini di wajibkan memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak
menuntut dinamakan pihak berpiutang ( kreditur ) dan pihak yang wajib memenuhi
tuntutan dinamakan pihak berhutang ( debitur )
2.
Macam - Macam Perikatan
a.
Voorwaardelijk “
Perikatan Bersyarat “
Merupakan suatu
perikatan yang digabungkan pada suat kejadian di kemudian hari, yang masih
belum tentu akan atau tidak terjadi.
b.
Perikatan yang
Digantung Pada Suatu Ketetapan Waktu
Merupakan suatu hal
yang pasti akan datang walaupun belum dapat ditentukan kapan datangnya.
c.
Alternatief “ Perikatan
Yang Membolehkan Memilih “
Merupakan suatu
perikatan, dimana terdapat duat atau lebih prestasi, sedangkan kepada si
berhutang diserahkan yang mana kan ia lakukan.
d.
Perikatan Tanggung
Menanggung
e.
Perikatan yang Dapat
Dibagi dan yang Tidak Dapat Dibagi
f.
Perikatan Dengan
Menetapkan Hukuman
3. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata
terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
a. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian
)
b. Perikatan yang timbul dari undang-undang
c. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi
terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan
sukarela ( zaakwaarneming )
4. Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
a. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) :
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
b. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) :
Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
5. Hapusnya Hukum
Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh
cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
Ø Pembayaran.
Ø Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
Ø Pembaharuan
utang (novasi).
Ø Perjumpaan
utang atau kompensasi.
Ø Percampuran
utang (konfusio).
Ø Pembebasan
utang.
Ø Musnahnya
barang terutang.
Ø Batal/
pembatalan.
Ø Berlakunya
suatu syarat batal.
Ø Dan
lewatnya waktu (daluarsa).
·
Pembayaran
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan
utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam
bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis
tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa
dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
·
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur
menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak,
debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
·
Novasi
Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu
perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan,
yang ditempatkan di tempat yang asli.
Yang dimaksud dengan kompensasi adalah
penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang
sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
·
Konfusio
Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai
orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si
debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya,
atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
Hukum Perjanjian
1.
Pengertian
a. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
a. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih”.
b. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
c. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
2. Macam - Macam Perjanjian :
Macam-macam perjanjian obligator ialah sbb:
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
Macam-macam perjanjian obligator ialah sbb:
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
4. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5. Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
a. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
b. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
c. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
d. Terlibat hukum
e. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
a. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
b. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
c. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
d. Terlibat hukum
e. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Hukum Dagang
1. Pengertian
·
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang
adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum),
sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan
hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum
khususmengesampingkan hukum umum)
·
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur masalah
perdagangan yaitu masalah yang timbul karena tingkah laku manusia dalam
perdagangan / perniagaan.
2. Sumber Sumber Hukum Dagang
·
Yang tertulis dan dikodifikasi yaitu KUHD dan
KUHPerdata
·
Yang tertulis dan tidak dikodifikasi yaitu
seluruh perundang-undangan tentang perdagangan.
·
tidak tertulis yaitu kebiasaan.
3. Hubungan KUH Perdata dengan KUH
Dagang
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam pasal 1
KUHD ditetapkan : Kitab Undang Undang Hukum
Perdata berlaku sepanjang tidak diatur secara
khusus dalam Kitab ini. Dengan merujuk pasal 1 di atas jelaslah
berlaku asas “ lex specialis derogat lex generalis “
(peraturan yang khusus akan mengesampingkan peraturan yang umum).
4. Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di
mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan
kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia,
Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum
Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam
perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri
sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut
hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan
(peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
5. Bentuk-bentuk Badan Usaha
Bentuk-bentuk perusahaan yang umum digunakan
para pelaku bisnis di Indonesia adalah:
1)
Perusahaan Perorangan (U.D.)
Dimiliki, dikelola dan dipimpin oleh seseorang
yang bertanggung jawab penuh terhadap semua resiko dan aktivitas perusahaan.
Tidak ada pemisahan modal antara kekayaan pribadi dan kekayaan perusahaan.
Kebaikan :
Pemilik bebas mengambil keputusan
Pemilik bebas mengambil keputusan
Ø Seluruh keuntungan perusahaan menjadi hak pemilik
perusahaan
Ø Rahasia perusahaan terjaminPemilik lebih giat
berusaha
Keburukan :
Tanggungjawab pemilik tidak terbatas
Tanggungjawab pemilik tidak terbatas
Ø Sumber keuangan perusahaan terbatas
Ø Kelangsungan hidup perusahaan kurang terjamin
Ø Seluruh aktivitas manajemen dilakukan sendiri,
sehingga pengelolaan manajemen menjadi kompleks
2)
Firma (Fa)
Persekutuan antara dua orang atau lebih dengan
bersama untuk melaksanakan usaha, umumnya dibentuk oleh orang-orang yang
memiliki Keahlian sama atau seprofesi dengan tanggungjawab masing-masing
anggota tidak terbatas, laba ataupun kerugian akan ditanggung bersama.
Kebaikan :
a. Kemampuan manajemen lebih besar, karena ada pembagian kerja diantara para anggota
b. Pendiriannya relatif mudah, baik dengan Akta atau tidak memerlukan Akta Pendirian
c. Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi
a. Kemampuan manajemen lebih besar, karena ada pembagian kerja diantara para anggota
b. Pendiriannya relatif mudah, baik dengan Akta atau tidak memerlukan Akta Pendirian
c. Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi
Keburukan :
a. Tanggungjawab pemilik tidak terbatas
b. Kerugian yang disebabkan oleh seorang anggota,
harus ditangung bersama anggota lainnya
c. Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu
3)
Perseroan Komanditer (C.V.)
Bentuk Badan Usaha CV adalah bentuk perusahaan
kedua setelah PT yang paling banyak digunakan para pelaku bisnis untuk
menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia. Namun tidak semua bidang usaha
dapat dijalankan Perseroan Komanditer (CV), hal ini mengingat adanya beberapa
bidang usaha tertentu yang diatur secara khusus dan hanya dapat dilakukan oleh
badan usaha Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Komanditer adalah bentuk perjanjian kerjasama berusaha bersama antara 2 (dua) orang atau lebih, dengan AKTA OTENTIK sebagai AKTA PENDIRIAN yang dibuat dihadapan NOTARIS yang berwenang.
Para pendiri perseroan komanditer terdiri dari PESERO AKTIF dan PERSERO PASIF yang membedakan adalah tanggungjawabnya dalam perseroan.
Perseroan Komanditer adalah bentuk perjanjian kerjasama berusaha bersama antara 2 (dua) orang atau lebih, dengan AKTA OTENTIK sebagai AKTA PENDIRIAN yang dibuat dihadapan NOTARIS yang berwenang.
Para pendiri perseroan komanditer terdiri dari PESERO AKTIF dan PERSERO PASIF yang membedakan adalah tanggungjawabnya dalam perseroan.
Persero Aktif yaitu orang yang aktif
menjalankan dan mengelola perusahaan termasuk bertanggung jawab secara penuh
atas kekayaan pribadinya.
Persero Pasif yaitu orang yang hanya
bertanggung jawab sebatas uang yang disetor saja kedalam perusahaan tanpa
melibatkan harta dan kekayaan peribadinya.
Kebaikan :
Kemampuan manajemen lebih besar
Proses pendirianya relatif mudah
Modal yang dikumpulkan bisa lebih besar
Mudah memperoleh kredit
Keburukan :
Sebagian sekutu yang menjadi Persero Aktif memiliki tanggung tidak terbatas
Sulit menarik kembali modal
Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu
4) Perseroan
Terbatas (P.T.)
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga
Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha
yang memiliki modal terdiri dari Saham, yang pemiliknya memiliki bagian
sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang
dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa
perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan Badan Usaha dan
besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan
terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta
kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang
menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang
terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila Utang perusahaan melebihi
kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab
para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan
tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan
memperoleh bagian keuntungan yang disebut Dividen yang besarnya tergantung pada
besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar