Penalaran
Deduktif
Analisa
Pembahasan
Dosen
: Drs. Budi Susanto, MM
Penyusun
Nama
: Chrisstary Repia S Ginting
NPM
: 21213910
Kelas
: 3EB23
Fakultas
Ekonomi
Jurusan
Akuntansi
Universitas
Gunadarma
2015
Kata
Pengantar
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karena atas rahmat dan kemudahan-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan karya
ilmiah ini.
Dalam makalah “Penalaran Deduktif ” penulis bermaksud menjelaskan secara
detail atentang analisis pembahasan Penalaran
Deduktif. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk memenuhi salah satu syarat
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih yang sebesar besarnya mohon maaf
bila ada kesalahan dalam penulisan ini, saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis,
Daftar
isi
Bab 1 Pendahuluan.......................................................................
I.
Latar belakang............................................................
II.
Rumusan masalah.......................................................
III.
Tujuan.........................................................................
Bab 2 Pembahasan.......................................................................
Bab 3 Penutup..............................................................................
IV.
Kesimpulan ...............................................................
V.
Daftar Pustaka...........................................................
Bab
1
Pendahuluan
I.
Latar Belakang
Pencarian
pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum,
yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan
penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada
suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih
khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami
suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian
konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci
untuk memahami suatu gejala.
Dengan
demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat
digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu
wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada
hukum-hukum logika.
II.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan penalaran deduktif ?
2. Apa
dampak dari penalaran deduktif ?
3. Apakah
terdapat kelemahan dan kelebihan penalaran deduktif ?
III.
Tujuan
1. Mengetahui definisi Penalaran Deduktif.
2. Memahami arti Penalaran Deduktif.
3. Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif
Bab 2
Pembahasan
1. Pengertian
Penalaran
Berpikir
(Penalaran) adalah sebuah pemikiran untuk dapat menghasilkan suatu kesimpulan.
Ketika seseorang sedang melanarkan sesuatu, maka seseorang tersebut akan
mendapat sebuah pemikiran dimana pemikiran tersebut adalah suatu kesimpulan
masalah yang sedang dihadapi. Contoh saja kalau kita sedang berkendara dan
terjebak di derasnya hujan, apakah yang akan kita lakukan? disitulah nalar kita
bekerja. mencari sebuah solusi agar kita bisa terhindar dari derasnya hujan
dengan cara memikirkan sesuatu yang bisa dipakai untuk berteduh.
a. ciri-ciri penalaran
ü adanya
suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.
ü sifat
analitik dari proses berfikir.
b. tujuan penalaran
ü menentukan
secara logis atau objektif
ü tidak
memikirkan itu benar atau tidak sehingga dapat dilaksanakan
c. konsep atau simbol
penalaran
Penalaran juga merupakan
aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol
atau lambang yang digunakan dalam berpikir (penalaran) berbentuk bahasa,
sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan
atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi
simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan berpikir (penalaran)
menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran
konklusi dari premis. Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk
pemikiran manusia adalah :
a.
aktivitas
berpikir yang saling terikat
b.
tidak
ada proporsisi tanpa pengertian
c.
tidak
akan ada penalaran tanpa proposisi
2.
Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu
penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah
diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan
baru yang bersifat lebih khusus.
Penalaran deduktif adalah metode
berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus.
Metode
ini diawali dari pembentukan
• Teori, hipotesis,
• Definisi operasional,
• Instrumen dan
• Operasionalisasi.
Dengan
kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep
dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian
dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan
teori merupakankata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran
deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau putusan lain yang berlaku
umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut
ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan abgian dari hal
atau gejala diatas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu
yang umum kepada yang khusus.
Dalam penalaran,
proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut denganconsequence (konklusi).
Metode berpikir
deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh:
Masyarakat
Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
sosial.
Pengertian
Premis Mayor dan Premis Minor
Premis
mayor adalah pernyataan umum, sementara premis minor artinya pernyataan khusus.
Proses itu dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme merupakan proses
penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi
baru (berupa konklusi).
Misalnya :
"Semua orang akhirnya akan mati" (premis mayor).
Hasan adalah
orang (premis minor).
Oleh karena itu,
"Hasan akhirnya juga akan mati" (kesimpulan).
Jadi, berfikir
deduktif adalah berfikir dari yang umum ke yang khusus.
Dari yang
abstrak ke yang konkrit. Dari teori ke fakta-fakta.
Penarikan simpulan (konklusi)
secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara
tak langsung.
1. Menarik Simpulan secara
Langsung
Simpulan (konklusi) secara
langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua
premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
1) Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.
(premis)
Sebagian yang berdarah dingin
adalah ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S adalah P.
(premis)
Tidak satu pun P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah
lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah
nyamuk. (simpulan)
3) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P.
(simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata
berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah
senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4) Tidak satu pun S adalah P.
(premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah
singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa.
(simpulan)
5) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P.
(simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S.
(simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai.
(premis)
Tak satu pun gajah adalah
takberbelalai. (simpulan)
Tidak satu pu yang takberbelalai
adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak
Langsung
Penalaran deduksi yang berupa
penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data.
Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah
premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat
khusus.
Untuk menarik simpulan secara
tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang
bersifat pengetahuanyang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan
mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan
tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi
dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan kategorial
adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan
premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut
premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam
simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan
predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah bijaksana.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus
ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term
penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat
pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada,
simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan manusia.
Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum silogisme kategorial
adalah sebagai berikut.
a) Silogisme harus terdiri atas
tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor = Xantipe.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah =
atlet.
Kalau lebih dari tiga term,
simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat
term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel ditiang. Oleh
sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga
proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak
dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bila salah satu premisnya negatif, simpulan
pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah
singa.
Semua gajah berbelalai.
Jadi, tidak seekor singa pun
berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan
dihasilkan simpulan yang positif.
f) Dari dua premis yang khusus,
tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah
petani.
Sebagian pegawai negeri adalah
orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premis khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan
SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah
lulusan SLTA.
h) Dari premis mayor yang khusus
dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah
manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah
silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional
hipotesis.
Kalau premis minornya
membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis
minornya menolak anteseden, simpulan juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan
memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi
tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c. Silogisme Alterntif
Silogisme alternatif adalah
silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau
premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak
alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau
profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau
profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan.
Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena
premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis
minor dan simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang
cerdas.
Ali adalah seorang sarjana.
Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik
satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang
sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena
dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat
dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi
silogisme.
Bab 3
Penutup
IV.
Kesimpulan
Dari berbagai
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah proses berpikir
yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi
yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Penalaran deduktif
didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk
suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut ditarik
kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan abgian dari hal atau
gejala diatas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang
umum kepada yang khusus.
Penalaran Deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Penalaran
deduktif juga dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung .
V.
Daftar Pustaka
1. Arifin,
E Zaenal dan Tasai, S Amran. 2006.
Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
2. Tukan, P. 2006. Mahir Berbahasa Indonesia.
Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
3. Tatang, Atep et all. 2009. Bahasa Indonesiaku
Bahasa Negeriku 3. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
4. https://srisetiawaty007.files.wordpress.com/2014/04/berpikir-penalaran-deduktif.pdf